100 tahun Gerakan Pemuda Indonesia 1908-2008
Pemuda merupakan salah satu elemen bangsa yang selalu menjadi garda
depan dalam menghadapi berbagai persoalan bersama. Dalam sejarahnya,
kelompok ini selalu melahirkan berbagai pemikiran dan gerakan menuju
perubahan dan perbaikan bangsa Indonesia. Peran mereka sudah dimulai
jauh sebelum lahirnya negara Indonesia.
Batasan pemuda di setiap negara berbeda-beda tergantung dari kebijakan
pemerintahan di negara yang bersangkutan. Di Indonesia, pengertian
pemuda adalah penduduk yang berusia antara 15 sampai dengan 35 tahun.
Kiprah pemuda bisa kita lihat dari gerakan meraka sejak sebelum momentum
kebangkitan nasional (1908) hingga pasca reformasi sekarang ini.
I. Sebelum lahirnya Boedi Oetomo
Kejayaan Bangsa Indonesia dapat dibuktikan dengan berjayanya pada masa
silam Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Mataram dan lain-lain. Runtuhnya
kerajaan itu adalah karena terjadinya perpecahan dari dalam pemerintahan
itu sendiri.
Pada abad ke-16 orang Balanda datang ke Indonesia, pada mulanya mereka
disambut dengan ramah tamah oleh bangsa Indonesia yang dikenal dengan
keramah tamahannya. Lama kelamaan bangsa Belanda menunjukkan sifat
aslinya yaitu ingin menjajah bangsa Indonesia.
Walaupun demikian bangsa Belanda bukan tidak mendapat perlawanan dari
rakyat Indonesia, terbukti dengan adanya perlawanan di Aceh oleh rakyat
Aceh, yang dipimpin oleh Panglima Polim, Cut Nyak Dien, Cut Mutia ,
Tengku Umar dan lain-lain, di Sumatera Barat oleh Imam Bonjol, ditanah
Batak oleh Sisingamangaraja, di Pulau jawa oleh Pangeran Diponegoro,
Sultan Ageng Tirtayasa, Untung Surapati dan lain-lain. Di Maluku oleh
Pattimura di Sulawesi oleh Hasanuddin, di Kalimantan oleh Pengeran
Antasari dan banyak lagi perjuangan rakyat.
Para pemuda tergabung dalam gerakan melawan penjajah belanda ini. Mereka
tetgabung dalam berbagai peperangan melawan pemerintah Kolonial belanda
di berbagai daerah di Nusantara. Namun, perlawanan itu dapat dipatahkan
oleh Belanda, karena perlawanan bangsa Indonesia pada waktu itu masih
bersifat kedaerahan dan perlawanan yang satu dengan yang lainnya masih
belum terorganisir, tujuan perjuangannya pun berbeda-beda, persenjataan
yang dimiliki kalah modern, Belanda sudah menggunakan senjata
api,sedangkan perjuangan bangsa Indonesia pada waktu itu masih senjata
tradisionil, seperti rencong, keris, tombak, panah, pedang, golok,
badik, mandau dan lain-lain senjata daerah.
II. Dekade 1908-1918
Awal kebangkitan Nasional disebabkan beberapa faktor, baik dari dalam
negeri maupun luar Negeri, antara lain factor dalam negeri:
1. Makin banyaknya/makin tingginya kesadaran ingin bersatu.
2. Makin mengingkatnya semangat bangsa Indonesia ingin merdeka.
3. Makin banyaknya orang pintar dan terpelajar di Indonesia.
Faktor yang datang dari luar negeri adalah kemenangan Jepang atas Rusia
tahun 1905, adalah salah satu pendorong yang menimbulkan semangat bahwa
bangsa kulit kuning, bangsa Asia dapat mengalahkan bangsa kulit putih
(Eropa).
Sebagai jawaban atas rasa keprihatinan tersebut, muncullah gagasan dan
tindakan dari beberapa pemuda Indonesia (Hindia Belanda) seperti
Dr.Wahidin Sudirohusodo untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa dari
belenggu kolonial Belanda. Dr. Wahidin Sudirohusodo memanfaatkan
peluang ini dari jalur pendidikan sebagai sarana yang tepat untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa
Indonesia.
Pemuda, waktu itu masih terkotak pada golongan priyayi dan kawulo alit
(rakyat kecil) yang masih belum terpelajar. Dr. Wahidin Sudirohusodo dan
kawan-kawan terjun ketengah-tengah masyarakat untuk membangkitkan
golongan priyayi agar bersedia mengulurkan tangan, memberi pertolongan
kepada rakyat untuk meningkatkan kecerdasannya. Dr. Wahidin Sudirohusodo
dengan biaya sendiri mengadakan perjalanan keliling Jawa untuk
mempropagandakan pendirian berdirinya Studifound, ini dilakukan pada
tahun 1906-1907.
Pada tanggal 20 Mei 1908, atas prakarsa Dr.Wahidin S dan para Pemuda
STOVIA, seperti Sutomo, Gunawan, Suradji dan Suwardi Suryaningrat
mengadakan rapat pertama di Jakarta, dan berhasil mendirikan perkumpulan
yang diberi nama Boedi Oetomo yang berarti kebaikan yang diutamakan.
Disinilah titik awal berdirinya perkumpulan-perkumpulan yang menjurus
kepada sifat nasionalisme dan patriotisme, karena setelah berdirinya
Boedi Oetomo maka bermunculanlah perkumpulan-perkumpulan dan pergerakan
yang bersifat luas antara lain, Serikat Dagang Islam tahun 1909,
Indische Party tahun 1913. Muhammadiyah tahun 1912, Nahdhatul Ulama
tahun 1926. tahun ini pula, Ir. Soekarno mendirikan Partai Nasional
Indonesia (PNI).
Lahirnya Boedi Oetomo, 21 Mei 1908, mengawali gerakan pemuda Indonesia
dalam sebuah organisasi modern. Pahit getirnya perjuangan bangsa
Indonesia jauh sebelum 1908 mencatat begitu banyak kenangan berharga dan
begitu banyak kenangan yang mengharukan, semua ini membangkitkan
kebanggaan pada tentang apa yang akan diperbuat pada masa yang akan
datang.
Tanggal itu dikenal sebagai hari Kebangkitan Nasional. Awal kebangkitan
nasional bukanlah terjadi dengan sendirinya, tetapi berawal dari rasa
keprihatinan terhadap kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan, ini
disebabkan dari politik kolonial Belanda pada waktu itu, mereka banyak
mengambil keuntungan dari bumi pertiwi ini, Belanda menelantarkan
pendidikan Bangsa Indonesia, rakyat dibiarkan bodoh, melarat dan
menderita.
III. Dekade 1918-1928
Berdiri perkumpulan pemuda diluar Jawa pada tahun 1918 dan menamakan
diri Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong Pasundan, Jong Batak,
Pemuda Betawi dan lain-lain. Perkumpulan ini juga diikuti oleh
perkembangan organisasi pemuda Hindia Belanda yang sekolah di luar
negeri.
Para pemuda inilah yang mengadakan kongres pemuda pertama tahun 1926
yang menghasilkan perlunya mencanangkan suatu organisasi pemuda tingkat
Nasional. Dan atas usul perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI)
sebagai organisasi kemahasiswaan pertama pada tanggal 26-28 Oktober 1928
diadakan kongres pemuda kedua.
Soempah Pemoeda kedua berlangsung di Batavia, setelah mereka mengadakan
pembahasan, mereka sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika bangsa
Indonesia ingin merdeka, bangsa Indonesia harus bersatu. Untuk itu
mereka bersumpah yang terkenal dengan nama Soempah Pemoeda yang
diikrarkan pada akhir kongres yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928 yang
berbunyi: kami putra dan putri Indonesia mengaku bertanah air satu tanah
Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, berbahasa satu bahasa
Indonesia. Selain mengucapkan sumpah, pemuda Indonesia yang berkongres
tersebut juga melantunkan lagu Indonesia Raya untuk yang pertama
kalinya.
IV. Dekade 1928-1938
Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 dikenang sebagai lahirnya kesepakatan
unsur-unsur bangsa yang sangat heterogen untuk menjadi bangsa yang satu.
Itulah saat resmi lahirnya bangsa Indonesia, yang sebelumnya
nomenklatur Indonesia belum digunakan untuk menamai suatu bangsa, suatu
bahasa, dan suatu tanah air. Meskipun serupa dalam semangatnya untuk
menyatukan nusantara, Soempah Pemoeda berbeda dengan Sumpah Palapa yang
diucapkan Mahapatih Gajah Mada. Sumpah Palapa menempatkan Kerajaan
Majapahit sebagai pusat, sementara Soempah Pemoeda ingin menyatu,
membangun persatuan dalam napas kebebasan, persaudaraan dan kesetaraan;
bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, Indonesia.
Kolonial Belanda mulai menangkapi pemimpin-pemimpin organisasi
kepemudaan itu yang dinilai vokal antara lain. Ir. Soekarno, Drs. Moh.
Hatta, Sutan Syahrir, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Ki Hadjar Dewantoro dan
banyak lagi pemimpin organisasi yang ditangkapi, dibuang dan diasingkasn
dari rakyatnya. Akan tetapi semangat untuk merdeka tidak pernah padam
dan malah bertambah subur berkat Soempah Pemoeda itu.
Pada dekade ini, banyak muncul partai-partai yang berjuang di dalam
parlemen (volksraad) maupun pada ranah sosial masyarakat. Partai-partai
tersebut muncul dalam memperjuangkan bangsa Indonesia dalam bentuk
�menuju persiapan Indonesia merdeka�.
Pada tahun-tahun ini, juga dibentuk organisasi saya yang menghususkan
pada gerakan pemuda, misalnya Pemuda Ansor (Pemuda NU tahun 1934),
Pemuda Muhammadiyah tahun 1932. Pemuda Muslimin (1932), Nasyiatul aisyiyah (1931)
V. Dekade 1938-1948
Munculnya banyak partai pada tahun 1930-an ini makin menunjukkan bahwa
bentuk perlawanan bangsa Indonesia pada bentuk perlawanan �pemikiran�
dibanding dengan perlawanan fisik, seperti yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia pada abad ke-19. partai-partai yang menonjol pada saat itu
adalah PNI, Parindra, Gerindo dan lain-lain.
Tahun 1942, pecah Perang Asia Timur Raya. Jepang masuk dan menguasai
Nusantara. Maka dimulailah perlawanan pemuda-pemuda Indonesia kembali
pada perlawanan fisik melawan penjajah. Banyak pemuda dilatih oleh
tentara jepang dalam PETA dan HEIHO. Namun Jepang juga membentuk Romusha
yang sangat membebani rakyat.
Jepang yang saat itu menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia justru
mengalami kekalahan setelah bom atom meledak di Hiroshima dan Nagasaki
tahun 1945. Dengan demikian, pemuda Indonesia (golongan muda) mendesak
supaya pemimpin (golongan tua) segera memproklamirkan berdirinya
Republik Indonesia. Pemuda-pemuda yang menonjol kala itu adalah Adam
Malik, Sukarni, Chaerul Saleh dan lain-lain.
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dibacakan oleh Soekarno dan
Hatta. Hal ini dilakukan setelah pemuda mendesak mereka, bukan menunggu
kompromi dnegan pemerintah Jepang. Selayaknyalah peristiwa bersejarah
yang demikian penting itu diperingati dengan mendalami semangat yang
terkandung dalam peristiwa itu.
Pemuda-pemuda Indonesia banyak melakukan perlawanan fisik menghadapi
pasukan Belanda yang datang kembali dengan membonceng Sekutu. Agresi
Belanda I maupun II (tahun 1947 dan 1948). Perlawanan ini banyak
berlangsung di berbagai kota di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung,
Semarang dan Surabaya.
Banyak pula dibentuk organisasi pemuda Islam, seperti Gerakan Pemuda
Islam (Oktober 1945), Pemuda Islam (April 1947), Angkatan Puteri
Al-Washliyah (Juni 1947), Ikatan Putra Putri Indonesia (1945), Gamki
(1948), Pemuda Demokrat (1947), Pemuda Katolik (1947), PMKRI (Mei 1947),
Pelajar Islam Indonesia (Mei 1947) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
yang didirikan oleh Lafran Pane dan kawan-kawan pada Februari 1947 di
Sekolah Tinggi Islam (STI) di Yogyakarta. Dan organisasi lainnya.
VI. Dekade 1948-1958
Perlawanan pemuda Indonesia masih dalam bentuk perlawanan fisik hingga
berlangsungnya Konferensi Meja Bundar tahun 1949 di Den Haag, Belanda.
Pada saat-saat inilah para pemuda yang tergabung dalam berbagai
organisasi pemuda, baik yang nasionalis meupun keagamaan bermunculan.
Hal ini adalah sesuai dengan atmosfer perjuangan pasca perang
kemerdekaan, yaitu perjuangan ideologi dan mencari identitas bangsa
Indonesia.
Banyak lahir partai-partai politik pada dekade ini, sehingga banyak pula
organisasi pemuda yang lahir sebagai underbow dari partai-partai induk
yang sudah mapan. Misalnya CGMI (Pemuda PKI), GMNI (1954/pemuda PNI).
Ataupun bentuk afiliasi politik organisasi pemuda terhadap partai
tertentu, misalnya HMI terhadap Masyumi. Organisasi-organisasi pemuda
yang lahir pada dekade ini adalah IPNU (1954) dan lain-lain sampai pada
dekade berikutnya.
VII. Dekade 1958-1968
Organisasi-organisasi pemuda yang lahir pada dekade ini adalah Generasi
Muda Mathla�ul Anwar (1956), PMII (1960), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM tahun 1964), Gema Budhis (1968) dan lain-lain. Kelahiran mereka
yang secara ideologis muncul dengan asas agama merupakan strategi untuk
memperkuat jaringan ideologis-sosial-politik pemuda dalam memperjuangkan
identitas pada masa memasuki era revolusi 1965-1966.
Masa revolusi 1966 adalah puncak gerakan mahasiswa dan pemuda dalam
memperjuangkan perubahan nasib bangsa. Pemuda dan mahasiswa terlibat
secara langsung pada masa revolusi tersebut, yang juga mengakibatkan
beberapa konflik fisik, seperti �pembantaian� kader-kader (pemuda) PKI
oleh pemuda-pemuda lawan ideologi-politik lain.
Pada saat Soeharto diangkat sebagai pejabat Presiden RI, pemuda
mendukung penuh. Bersama dengan ABRI, saat itu pemuda memberikan
kesempatan kepada Orde Baru untuk membangun negara, meski dalam beberapa
hal, pemuda sering ditinggalkan oleh pemerintah.
VII. Dekade 1968-1978
Pemerintah Orde Baru mempersiapkan Pemilu 1971 dengan melakukan fusi
partai hingga menjadi 10 partai peserta Pemilu. Golkar yang menang dalam
pemilu ini sebelumnya sempat membentuk beberapa organisasi pemuda sayap
golkar. Organisasi Pemuda yaitu Ikatan Pemuda Karya (1969) juga lahir
pada saat saat ini.
Pemerintah membentuk Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga untuk
mengatur pemuda. Komite Nasional Pemuda Indonesia (1973) juga terbentuk.
KNPI ini memudahkan pemerintah untuk memonitor gerakan mahasiswa, meski
oleh pemuda tidak menguntungkan karena pengawasan oleh pemerintah
tersebut. Menghadapi ini, beberapa organisasi pemuda/mahasiswa membentuk
Kelompok Cipayung untuk membentuk opini bersama menghadapi kebijakan
pemerintah. Mereka adalah HMI, PMII, PMKRI, KMNI dan GMKI.
Gerakan pemuda kembali terkonsolidasi secara nasional pada tahun
1973-1974. Peristiwa Malari 1974 adalah puncak gerakan pemuda atas
kebijakan pemerintah Orde Baru yang tidak transparan. Pemuda/mahasiswa
merasa makin ditinggalkan oleh pemerintah, sehingga pada peristiwa
Malari ini banyak pemuda yang ditangkap oleh pemerintah Orde baru
seperti Syahrir, Arif Budiman dan lain-lain.
Sementara itu, pemerintah Orde Baru justru makin mengekang kebebasan
pemuda/mahasiswa agar tidak terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan
politik. Menteri Pendidikan Daoed Joesoef menandatangani kebijakan
NKK-BKK tahun 1978, yang isinya membatasi kegiatan mahasiswa hanya pada
kegiatan akademis kampus. Banyak pula Koran dan surat kabar dibreidel
oleh pemerintah pada thun-tahun ini, sehingga pemuda dan mahasiswa makin
sulit bergerak melawan tekanan pemerintah.
VIII. Dekade 1978-1988
Dekade ini adalah puncak kekuasaan pemerintahan Orde Baru. Pemerintah
memberlakukan asas tunggal pancasila sebagai asas wajib partai maupun
organisasi masa di Indonesia. Partai politik yang tinggal 2 partai (PPP
dan PDI) terpaksa tunduk agar tetap �bisa menjadi penyeimbang� Golkar
pada pentas Pemilu masa Orde Baru. Organisasi masa yang juga terkena
imbas dari kebijakan asas tunggal buru-buru mengambil sikap menerima
agar tidak tergusur oleh aturan pemerintah.
Begitu juga organisasi pemuda/mahasiswa. Ormas pemuda/mahasiswa banyak
yang �terpaksa mau� menerima asas Pancasila. Sementara, mereka banyak
yang terpaksa bergerak di �bawah tanah� agar tetap eksis, meski harus
berurusan dengan intel pemerintah. Kebijakan asas tunggal Pancasila ini
efektif memecah gerakan pemuda/mahasiswa. Efek yang sampai sekarang
dirasakan adalah banyaknya potensi pemuda yang terpaksa hilang akibat
ketidakmauan mereka menerima asas Pancasila. PII (Pelajar Islam
Indonesia) misalnya, mereka terpaksa bubar dan bergerak illegal, karena
tidak mau menerima asas pancasila. Sementara Himpunan Mahasiswa Islam
pecah menjadi dua.
Mulai muncul perlawanan terhadap pemerintah Orde Baru dengan
gerakan-gerakan konsolidasi pro-demokrasi, yang kemudian disebut oleh
pemerintah sebagai Organisasi Tanpa Bentuk/OTB, dan mulai
terang-terangan pada tahun 1996-1998 mulai muncul bentuknya seperti
Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan lain-lain.
IX. Dekade 1988-1998
Krisis moneter yang memunculkan krisis multidimensi di Indonesia
memunculkan perlawanan yang lebih kongkrit oleh pemuda/mahasiswa. Banyak
gerakan pro-demokrasi yang muncul bersama gerakan pemuda/mahasiswa
lainnya melakukan koordinasi nasional dengan memunculkan gerakan
reformasi.
Reformasi membuka kesempatan kepada ormas pemuda dan mahasiswa untuk
kembali pada asas mereka semula. Booming partai politik memberikan
kesempatan pada pemuda dan mahasiswa untuk membentuk dan menjadi
pengurus partai dan terlibat langsung dalam perebutan kursi di parlemen.
Selama ini mahasiswa merasa ditinggalkan oleh pemerintah ketika
perjuangan menumbangkan rezim sudah berhasil, kesempatan masuk partai
ini membuka peluang pemuda/mahasiswa tersebut.
Selain partai politik, organisasi pemuda/mahasiswa banyak lahir pada
kesempatan reformasi. Ormas pemuda ini biasanya adlah sayap partai
politik yang lahir pada masa reformasi itu juga seperti Pemuda PAN dan
lain-lain, juga seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)
dan lain-lain. Reformasi ini juga membuka kesempatan pers untuk kembali
bebas dan demokratis.
1998-2008
Pemilu 1999 dan 2004 adalah momentum untuk tampilnya pemuda/mahasiswa
pada pergerakan nasional. Namun, masuknya pemuda di parlemen justru
dipandang banyak kalangan melenakan para pemuda pada kekuasaan dan lupa
pada perjuangan reformasi sebelumnya. Sehingga tantangan yang dihadapi
pada saat ini adalah bukan semata-mata pemerintah dan kebijakannya,
tetapi internal pemuda sendiri yang tidak konsisten dalam memperjuangkan
reformasi. Pemuda sulit independen, justru pemuda banyak yang berjuang
demi kepentingan kekuasaan dan partai politik. Bukan memperjuangkan
kepentingan rakyat dan bangsa.*
Sumber :
https://pcpmcempakaputih.wordpress.com/tag/sejarah-pergerakan-pemuda-indonesia/